Friday, July 11, 2008

Kecerdasan multi vs sosial

Minggu lalu, 6.7.2008, kami sekeluarga mendengarkan sebuah seminar tempat anak kami mau belajar SD (sekolah dasar). Materinya cukup apik: saya cerdas, kamu cerdas, dan kita semua cerdas. Artinya pola pendidikan yang akan diajarkan adalah melihat kecenderungan anak sehingga bakat kecerdasan masing-masing akan dilihat dan diasah selama di sekolah tsb. Ok. itu menarik.

Sesi seminar menghadirkan pembicara dari Jogya yang bicara tentang multi kecerdasan versi Gadner. Wah secara teoritis mantap lah, bahwa kecerdasan diuraikan tidak hanya IQ saja. Ada kecerdasan matematik, linguistik, dll. Banyak pokoknya.

Namun menariknya lagi ada pertanyaan begini, bagaimana seorang mahasiswa yang IQ-nya 138 (dimana katanya didunia ini hanya sekitar 1%) tetapi IPK hanya 2,84. Jawaban yang diberikan antara lain begini: itu tergantung motivasi, minat, dan pola belajar. Bagaimana menurut anda?

Selanjutnya ada pernyataan bahwa anak yang dari kecil punya kemampuan multi bahasa (katakanlah 2 bahasa) umumnya mempunyai ranah kecerdasan yang lebih lebar. Nah disini muncul pertanyaan dari peserta bagaimana menumbuhkan kecerdasan bahasa pada anak. Seorang anak punya nilai bahasa Inggris misalnya 9, tetapi nilai bahasa Indonesianya 6. Bagaimana penjelasannya?

Saya sebenarnya juga ada pertanyaan, tetapi berhubung si kecil sudah bosan mendengarkan, makanya pertanyaan tsb saya simpan bersamaan dengan kepulangan kami dari seminar tsb. Pertanyaannya adalah sepengetahuan saya diskusi dan kajian tentang kecerdasan banyak dilakukan secara personal, secara individu. Misalnya bagaimana melejitkan potensi matematik anak?, Jurus jitu anak berbahasa inggris, Trik mendidik anak pintar menggambar, dst..dst... Tetapi mengapa ilmu psikologi, sosial, dll jarang yang membahas kecerdasar secara sosial. Jadi maksud saya adalah bukan hanya individu yang cerdas, tetapi juga masyarakat.

Tengoklah bagaimana orang cerdas yang tidak pernah saling bertegur sapa. Lihatlah di jalanan orang saling serobot jalan, saling mendahului, bersitegang, mengumpat, dll. Mengapa kecerdasan di sekolah, di kantor, di tempat kerja, di masjid seolah-olah sirna ketika ada di jalan?. Mengapa orang pintar korupsi? Mengapa mahasiswa pintar melakukan juga kecurangan, mencontek atau lainnya? Nah lho...

Bagaimana menurut anda?

Ska, 11.07.2008